Oleh: Ditto Santoso
Enam tahun lalu, tepatnya tanggal 2-4 Februari 1997, di Washington DC digelar sebuah pertemuan akbar. Disanalah untuk pertama kalinya para pegiat pengembangan masyarakat, khususnya dalam bidang kredit mikro dari seluruh dunia bertemu dan bertukar pikiran. Bertolak dari pertemuan tersebut dirumuskan sebuah kampanye gerakan kredit mikro internasional yang tersohor dengan sebutan “Microcredit Summit Campaign” (MSC). Slogan visioner yang dikibarkan oleh organ kampanye ini berbunyi: “Berkarya untuk memastikan 100 juta keluarga termiskin di dunia, terutama kaum perempuan, memperoleh akses kredit untuk lapangan kerja dan layanan keuangan, serta usaha lainnya pada tahun 2005”.
Sejak itu, kampanye kredit mikro digerakkan ke seluruh dunia. Salah satu isu yang memperoleh perhatian adalah bagaimana menentukan orang-orang (miskin) yang perlu dilayani, karena jamak ditemukan adanya program yang salah sasaran. Untuk itu MSC juga mengkampanyekan pendekatan alternatif untuk mengidentifikasi kemiskinan, yaitu dengan metode Cashpor House Index (CHI) dan Participatory Wealth Ranking (PWR). Di Indonesia, sosialisasi metode PWR gencar dilakukan oleh kalangan LSM dan LKM dalam bentuk pelatihan.
Isu kredit mikro telah menjadi salah satu agenda penting dalam berbagai forum internasional, antara lain:
12th Ministerial Conference of the Movement of Non-Aligned Countries di New Delhi, 7-8 April 1997.
9th Summit of the South Asian Association for Regional Cooperation di Mali, 12-14 Mei 1997.
The Assembly of Heads of State and Government of the Organization of African Unity di Harare, 2-4 Juni 1997.
The Group of Seven Statement on Economic and Financial Issues di Denver, 21 Juni 1997.
Economic and Social Council PBB di Jenewa, 30 Juni-25 Juli 1997.
The Commonwealth Heads of Government Meeting di Edinburgh, 24-27 Oktober 1997.
13th Ministerial Conference of the Movement of Non-Aligned Countries di Karthagena, 18-20 Mei 1997.
Sebagai tambahan, di Indonesia telah dibentuk suatu forum antar-stakeholder yang dinamakan “Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro Indonesia” (Gema PKM), yang mengadakan Temu Nasional pada tanggal 23-25 Juli 2003.
Pertemuan-pertemuan terpisah sebagaimana disebutkan di atas memang tidak secara langsung terhubung dengan isu kredit mikro, namun isu itu telah menjadi bagian dari agenda pembicaraan. Dapat disimak bahwa salah satu dewan PBB, Economic and Social Council, memasukkannya sebagai agenda pertemuan di Jenewa (Juni-Juli 1997). Ini menunjukkan betapa besar perhatian PBB terhadap isu kredit mikro. Perhatian PBB juga ditunjukkan melalui Resolusi yang dikeluarkan Economic and Social Council, nomor 52/194, tanggal 18 Desember 1997, dengan judul “Role of Microcredit in the Eradication of Poverty”. Resolusi ini menggambarkan pengakuan PBB atas program-program kredit mikro di banyak negara yang berhasil mengangkat masyarakat dari kemiskinan, membuka akses modal bagi kaum miskin, dan secara khusus telah mengambil bagian dalam pemberdayaan kaum perempuan. Melalui resolusi itu, PBB juga mengakui kontribusi pendekatan kredit mikro dalam proses pembangunan.
Bertolak dari pertimbangan tersebut, serta terkait dengan pencanangan periode 1997-2006 sebagai dasawarsa pertama gerakan “Eradication of Poverty”, maka melalui resolusi Economic and Social Council nomor 1998/28, tanggal 29 Juli 1998, PBB menetapkan tahun 2005 sebagai “International Year of Microcredit”, yang merupakan kelanjutan dari Microcredit Summit Campaign.
Dalam penetapan tahun 2005 sebagai tahun internasional kredit mikro bukannya tidak menimbulkan perdebatan. Sempat terjadi perbedaan pendapat menyangkut istilah kredit mikro (microcredit) atau keuangan mikro (microfinance). Mereka yang mendukung penggunaan istilah microfinance beralasan:
- Keuangan mikro merupakan isu yang lebih luas karena mencakup pinjaman, asuransi, aliran uang, dan tabungan, sementara kredit mikro hanya berfokus pada soal pinjaman.
- Ada banyak LSM keuangan mikro yang pelayanannya serupa dengan koperasi simpan pinjam (credit union) yang mengintegrasikan pelayanannya dengan pendekatan sistem keuangan yang jauh ke depan, sementara kredit mikro menggunakan inefficient backwards-looking approach.
- Berkembangnya kebutuhan untuk melakukan penilaian dan berbagi pengalaman mendorong keuangan mikro menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan penanggulangan kemiskinan, dan tahun internasional kredit mikro merupakan saat yang tepat untuk itu.
- Luasnya agenda keuangan mikro yang perlu diakui oleh PBB.
Kelompok yang cenderung untuk berfokus pada penggunaan frase “kredit mikro” memiliki pertimbangan bahwa pendekatan tersebut merupakan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan kaum miskin. Mereka juga menekankan pentingnya perangkat identifikasi kemiskinan untuk memastikan bahwa kaum yang benar-benar miskinlah yang memperoleh pelayanan akses kredit.
Terlepas dari perbedaan tersebut, dalam pidatonya pada akhir tahun 2003, Sekjen PBB Kofi Annan menyatakan bahwa International Year of Microcredit 2005, menggarisbawahi pentingnya keuangan mikro sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pencapaian Millennium Development Goals 2015. Menurut Annan, akses yang berkelanjutan terhadap keuangan mikro punya peran penting dalam penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, pendidikan bagi anak, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan memberdayakan kaum miskin untuk dapat secara bebas menentukan pilihan mengenai apa yang terbaik bagi hidup mereka.
Pada bagian akhir pidatonya, Annan mengatakan, “International Year of Microcredit 2005 menawarkan peluang yang sangat besar bagi masyarakat internasional untuk mewujudkan komitmen bersama dalam memberdayakan kaum miskin, agar terbebas dari belenggu kemiskinannya. Kita bersama-sama mampu dan harus membangun sektor keuangan yang inklusif sehingga dapat membantu masyarakat miskin meningkatkan taraf hidupnya.”
Pengakuan internasional atas gerakan penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan kredit mikro maupun keuangan mikro, selayaknya menjadi pemacu bagi para pegiat di sektor tersebut. Pengakuan internasional itu merupakan bukti bahwa apa yang selama ini telah dirintis dan diperjuangkan oleh berbagai pihak baik LSM, lembaga keuangan, pemerintah dan swasta, merupakan arah yang sudah benar dan perlu semakin dikembangkan. Sebab, satu hal yang menjadi benang merah yang perlu dipahami, bahwa kemiskinan merupakan musuh bersama yang harus diselesaikan secara bersama-sama pula. Salah satu langkah strategis untuk mengurangi tingkat kemiskinan itu adalah melalui pendekatan kredit mikro. Sudah banyak bukti bahwa dengan memberikan bantu pembiayaan disertai program-program pembinaan dan pendampingan, secara bertahap akan mampu mengurangi tingkat kemiskinan.
Selamat menyongsong International Year of Microcredit 2005.
Artikel ini dimuat di rubrik UMKM Harian Republika yang diasuh oleh PNM pada ... Februari 2004.
Artikel juga dapat dibaca di http://www.pnm.co.id/content.asp?id=728&mid=54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar