Kamis, 12 Februari 2009

Pelayanan keuangan mikro yang berkelanjutan

Oleh: Ditto Santoso
Merintis dan menjalankan sebuah Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang melayani masyarakat miskin bukanlah suatu hal yang mudah. Bukan hanya dana yang dikelola, melainkan juga lembaga itu sendiri, termasuk sumber daya manusia (SDM), serta menjaga hubungan dengan lembaga mitra. Sebuah LKM yang masih dalam fase “berjuang”, kadang harus pontang-panting mencari dana untuk memenuhi banyaknya pinjaman dari masyarakat. Melalui papernya yang berjudul “Private Investment as A Financing Source for Microcredit”, Carter Garber (1997) menawarkan tujuh langkah untuk membangun program kredit dan tabungan yang berkelanjutan bagi sebuah LKM.
Memilih satu model program untuk dijalankan.Satu model program pelayanan keuangan dan pengembangan usaha mikro yang spesifik tidaklah bisa direkomendasikan dalam semua konteks situasi. Meskipun demikian, beberapa kriteria dasar teknis dan sosial ekonomi yang umum sifatnya bisa menjadi bahan pertimbangan, seperti jangkauan program, fokus terhadap masyarakat miskin, menyediakan kemudahan akses pelayanan tabungan dan kredit, mekanisme pembiayaan, serta keberlanjutan keuangan. Memadukan kredit dan tabungan, ataupun kredit dengan program sosial-ekonomi lainnya merupakan salah satu cara untuk mencapai tingkat partisipasi dan keberlanjutan yang lebih tinggi.
Membangun konsensus. Membangun sebuah konsensus diantara stakeholder yang beragam merupakan sebuah faktor penting dalam menentukan keberhasilan program kredit. Hal ini dipandang penting karena pelaksana program harus berhadapan dengan tantangan perbaikan atau perubahan nilai-nilai dan aturan main sebagai model pelayanan keuangan yang berupaya untuk mengurangi subsidi, menitikberatkan pada perputaran dana, serta mengedepankan pola kemitraan.
Mendorong peran staf lembaga dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Staf program didorong untuk memantau pelaksanaan dan pengembangan pelayanan keuangan, memainkan peran penting dalam mewujudkan tingkat pemahaman dan kepekaan yang lebih baik, maupun mentransfer pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat. Pengalaman dalam mendesain proyek/program, menerapkan, mengelola, dan mengevaluasi, serta pengalaman dalam bekerja dengan masyarakat miskin (terutama kaum perempuan miskin) adalah unsur-unsur penting dalam mencapai tujuan secara efektif.
Mendorong munculnya kebijakan nasional. Kebijakan nasional dan regional yang jelas mengenai pelayanan kredit mikro bagi masyarakat miskin mendorong terjadinya perluasan skala, spesialiasi, dan keberlanjutan pelayanan. Lembaga perlu terlibat aktif dalam kegiatan advokasi untuk mendorong munculnya kebijakan tersebut.
Menilai dan memilih lembaga keuangan yang mapan sebagai mitra. Model kemitraan yang dinamis diperlukan dalam mempromosikan LKM yang berkelanjutan. Umumnya lembaga-lembaga mitra tersebut melakukan kegiatan pengelolaan dana atau menyediakan pelayanan bagi klien yang miskin. Mereka mungkin juga memonitor pengelolaan layanan program, dampak sosial-ekonomi, dan memberikan asistensi dalam bidang manajemen keuangan dan sistem informasi manajemen. Sebagai hasilnya, baik lembaga pelaksana program (LKM) maupun mitranya, akan memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai aktivitas pengembangan program yang efektif serta mampu menjadi lembaga pelayanan yang kokoh.
Merancang kesepakatan dengan lembaga mitra. Kesepakatan dengan mitra diperlukan untuk merumuskan kesamaan visi program. Aturan main, alur pertanggungjawaban, joint review, pemecahan masalah, dan indikator kinerja juga harus diidentifikasi. Kesepakatan yang dibuat juga mencakup spesifikasi formulir dan pelaporan yang terstandarisasi sehingga memudahkan pengukuran kinerja nantinya, termasuk didalamnya kinerja portofolio pinjaman, cost-recovery, perkembangan keberlanjutan usaha, dan dampak sosial-ekonomi (seperti kesetaraan gender, pendidikan anak, dan lain-lain).
Mengelola kesepakatan. Mengelola kesepakatan memerlukan pemahaman yang menyeluruh terkait dengan isu program, kelembagaan, maupun keuangan lembaga mitra. Dimungkinkan perlunya asistensi teknis, pelatihan, pengembangan sistem, dan sebagainya, untuk dapat lebih mengefisienkan kemitraan tersebut. Mengukur dampak program dan pengembangan organisasional dari lembaga mitra bergantung pada sistem informasi dan instrumen monitoring yang baik.
Menurut hemat penulis, 3 faktor yang menjadi intisari dari 7 langkah di atas adalah pengembangan lembaga, kemitraan, dan kesepahaman. Dalam mewujudkan sebuah program pelayanan kredit mikro yang efektif dan efisien dibutuhkan sebuah lembaga dengan aspek-aspek organisasional yang kuat. Tidak hanya dari segi finansial, tetapi juga dari segi SDM, operasional, maupun sistem informasi manajemen. Untuk dapat berkembang kesana, LKM perlu bergerak ke lingkungan eksternal dan menjaring mitra-mitra guna mendukung program pelayanannnya. Dua atau lebih lembaga dengan budaya yang mungkin berbeda dan akan bersinergi menuntut adanya sikap saling memahami hingga bermuara pada satu visi yang disepakati bersama.
Artikel ini dimuat di rubrik UMKM Harian Republika pada ... Maret 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar