Selasa, 17 Februari 2009

Bumi: Teladan keajegan menabung

(tulisan pertama dari 8 seri tulisan)
Oleh: Ditto Santoso
Alkisah, Sri Ramawijaya dan balatentara kera berhasil mengalahkan balatentara raksasa pimpinan raja Alengkadirja, Rahwana (disebut juga “Dasamuka”). Dewi Sinta, permaisuri Sri Ramawijaya, berhasil diselamatkan. Meskipun telah memperoleh kemenangan mutlak, Sri Ramawijaya tidak menghendaki dirinya menjadi penguasa atas kerajaan tersebut. Maka dia pun menyerahkan tahta Alengkadirja kepada Gunawan Wibisana, adik Rahwana. Sri Ramawijaya juga memberikan wejangan bagi Wibisana untuk dapat memerintah Alengkadirja dengan arif dan bijaksana. Wejangan ini dikenal dengan nama “Hasta Brata”.

Sepenggal kisah di atas dikutip dari epos legendaris Ramayana (versi Jawa) yang digubah oleh pujangga Yasadipura I (dari Surakarta) pada akhir abad ke-18. Adapun “Hasta Brata” memiliki arti “delapan langkah atau tuntunan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin untuk menjalankan fungsi kepemimpinannya” (hasta: delapan; brata: langkah, perilaku). Delapan langkah itu mengacu pada 8 unsur alam yang juga cerminan dari watak para dewa dalam pewayangan, yaitu bumi, matahari, bulan, bintang, langit, api, angin, dan air. Konsep Hasta Brata menjadi pedoman untuk perilaku kepemimpinan. Meskipun berasal dari kearifan Jawa kuno, namun konsep ini masih relevan dengan era sekarang. Nilai-nilai positif yang terkandung dalam Hasta Brata juga dapat diterapkan dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Kita mulai saja dengan “sang bumi”.

Bumi merupakan teladan bagi konsistensi atau keajegan. Dalam 1x24 jam ia tidak pernah berhenti berputar pada porosnya. Meski tampilannya sederhana, perputaran bumi pada porosnya membuat umat manusia bisa menikmati siang-malam dan panas-dingin. Pergantian iklim itu pula yang mengantar umat manusia mencapai pemenuhan kesejahteraannya, karena bisa memanfaatkan masa-masa tertentu untuk bercocok tanam atau melaut.

Keajegan bumi inilah yang perlu menjadi teladan bagi semangat menabung. Karena, berkaca dari pengalaman, berjuang untuk membangun kebiasaan menabung itu gampang-gampang susah. Tatkala sudah bisa menabung, tiba-tiba ada kebutuhan darurat. Akhirnya, diambillah kembali uang yang sudah ditabung (ini terjadi jika tidak memiliki dana cadangan untuk kebutuhan darurat). Mari berpaling pada bumi. Keajegannya justru membuat umat manusia bisa berproses menuju kesejahteraan. Demikian pula dengan menabung. Keajegan menabung juga akan mengantar manusia pada pemenuhan kesejahteraannya. Namun untuk menjaga keajegan itu, diperlukan beberapa strategi.

Pertama, apa tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan menabung. Tujuan bisa menjadi kekuatan terbesar untuk mendorong orang menabung. Misalnya, orang tua yang ingin kebutuhan pendidikan anaknya terpenuhi, akan berusaha mati-matian menabung demi tercapainya tujuan itu. Sangat baik pula, jika angka nominal yang ingin dicapai sudah ditetapkan terlebih dulu dan target waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai tersebut.

Kedua, ketika sudah tahu apa tujuannya, kajilah produk atau program apa yang bisa dimanfaatkan untuk meraihnya. Misalnya, dalam waktu 5 tahun, seorang ibu ingin mengumpulkan dana sebesar 10 juta rupiah. Untuk itu ia harus memikirkan berapa nilai dana yang harus ditabung setiap bulan dan berapa kemungkinan bunga atau hasil investasi yang diperolehnya. Sesudah itu ia harus mencari produk yang bisa memberikan pengembalian sesuai atau mendekati hasil perhitungan tersebut. Apakah tabungan harian biasa, deposito, reksadana, atau produk lainnya.

Ketiga, membangun kebiasaan menabung di muka. Caranya, langsung menabung begitu memperoleh penghasilan. Jadikanlah menabung sebagai pos pengeluaran wajib di prioritas tertinggi bersama dengan kewajiban-kewajiban seperti angsuran rumah atau biaya listrik/air.

Keempat, tidak mudah tergoda rayuan berbelanja keperluan yang tidak mendesak atau yang sifatnya sampingan saja. Misalnya, membeli HP baru yang sedang trendy, padahal HP lama masih berfungsi baik. Bahasa kerennya, jangan “lapar mata”. Ini bisa menjadi buldoser yang memporak-porandakan tabungan yang sudah dibangun.

Kelima, salah satu cara untuk membangun perilaku menabung adalah dengan menggemakannya ke orang lain, dengan kata lain menjadi model untuk orang lain. Bukakan anak rekening tabungan dan ajaklah menabung secara rutin. Suatu saat, dia akan mengingatkan orang tuanya, kapan akan pergi menabung atau kenapa tidak menabung bulan ini.

Keenam, menabung dan beramal merupakan 2 hal yang sangat dianjurkan. Keduanya bersumber dari penghasilan seseorang. Adalah hak orang itu untuk menabung, ada pula yang harus disalurkan sebagai wujud syukur sekaligus bela rasa kepada sesama. Disinilah kita diminta untuk menjadi saluran berkat bagi orang lain yang membutuhkan.

Ketujuh, bersyukurlah atas rezeki yang sudah disediakan Tuhan sehingga bisa menabung demi kesejahteraan di masa depan. Bersyukurlah pula atas kesempatan yang diberikan Tuhan bagi kita untuk berbagi dengan orang lain.

Keajegan sang bumi juga dapat menjadi teladan bagi anggota kopdit dalam mengangsur pinjaman. Bayangkan, seandainya bumi berhenti berputar barang 1 menit saja. Bayangkan pula, seandainya angsuran pinjaman berhenti. Apa dampaknya bagi perputaran dana di kopdit, apa pula dampaknya bagi anggota lain yang bermaksud meminjam?

Mari belajar pada sang bumi...
Artikel dimuat di Buletin Kopdit Melati-Depok no. 11/Th. IX tanggal 17 Januari - 17 Februari 2009

1 komentar:

  1. permisi...

    saya tamu di rumah anda ijinkan sedikit menyapa...

    makasih tulisan di buletinnya... point yang membhagiakan saya sebagai pengawas adalah bagan akhir tulisan anda,"Bayangkan pula, seandainya angsuran pinjaman berhenti....."

    karena itu yang terjadi, bahkan oleh pengurus sendiri...

    sekali lagi makasih... met aktivitas dan sukses untuk anda..

    salam koperasi

    BalasHapus