Jumat, 29 Januari 2016

Menjadi Matahari

Oleh: Ditto Santoso
Wakil Ketua Kopdit Dian Padua
 
 
 
Hati saya tersentuh tatkala seorang anak muda yang aktif bergiat di OMK datang ke kantor pelayanan koperasi kredit dan mengajukan permohonan pinjaman. Ketika ditanyakan perihal tujuan pemanfaatan pinjaman, ia mengutarakan bahwa ini akan digunakan untuk membantu usaha orang tuanya. Orang tuanya pelaku usaha mikro yang berdagang sembako. Wow!
 
Pada kesempatan lain, saya bertemu seorang pelajar SMA yang menjadi anggota koperasi kredit. Ia juga terlibat sebagai relawan di beberapa kegiatan sosial. Di sela-sela jam kegiatan belajar di sekolahnya, ia dengan penuh semangat beredar dari kelas ke kelas menjajakan kue-kue buatan dia dan ibunya. Ia terdorong menjadi anggota koperasi kredit karena ingin menabung serta suatu saat ingin mengajukan pinjaman untuk memperbesar skala usahanya bersama ibunya.
 
Perjumpaan saya dengan dua anak muda yang luar biasa ini menguatkan pemikiran saya bahwa pengelolaan ekonomi keluarga bukanlah area yang hanya didominasi orang tua atau orang dewasa saja. Anak-anak (definisi anak menurut Konvensi Hak Anak Internasional ialah mereka yang berusia 0-18 tahun) dapat berpartisipasi melalui dialog, interaksi, maupun bentuk-bentuk lainnya dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Hal tersebut bisa terjadi secara alami atau karena terpaksa oleh keadaan.
 
Pengelolaan ekonomi keluarga bisa membawa keluarga kepada dua arah yang berbeda. Pertama, membawa pada kerekatan dan pemenuhan kesejahteraan yang akan bermuara pada peningkatan kualitas hidup keluarga. Sedangkan yang kedua, berpotensi memicu perselisihan dalam keluarga apabila tidak dikelola dengan baik. Melihat dua arah yang bertolak belakang tersebut, dibutuhkan kedewasaan dalam bersikap dan membangun tata kelola ekonomi keluarga yang baik.
 
Pengelolaan ekonomi keluarga, secara khusus dalam hal keuangan, dapat dijelaskan sebagai sebuah proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi atas aktivitas-aktivitas keuangan dalam keluarga. Pasangan suami-istri diharapkan dapat sama-sama berdiskusi untuk membuat sebuah rencana keuangan yang baik. Bagaimana anak dapat dilibatkan? Pengelolaan keuangan merupakan salah satu aspek pendidikan yang penting bagi anak. Bukan sekadar belajar tentang membuat jurnal keluar-masuk uang, neraca, serta laporan laba-rugi, melainkan lebih pada pembentukan karakter serta sikap tentang menghargai dan mengelola uang secara cerdas. Orang tua merupakan figur yang diharapkan bisa memberikan pendidikan keuangan dini bagi anak, karena pertama-tama mereka sosok terdekat dengan anak.
 
Bagaimana praktek sederhananya? Contoh pertama, mendorong anak untuk membuat rencana keuangan sederhana atas uang saku yang diperolehnya setiap minggu. Berapa yang harus dikeluarkan untuk jajan, berapa untuk ditabung, berapa yang dialokasikan untuk persembahan di gereja, serta berapa yang didermakan kepada sesama yang membutuhkan. Selain mendorongnya berencana, anak juga diajak untuk berbela rasa dengan melakukan pengamatan dan mewujudkan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar. Apakah yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimilikinya? Misalkan, ada teman mainnya yang sedang sakit. Apakah ia punya ide untuk saweran bersama teman-temannya yang lain untuk membeli kue atau buah-buahan dan menengok temannya yang sakit itu.
 
Kedua, mendorong anak untuk membuat prioritas. Andaikan ia memiliki daftar kebutuhan, seperti buku, gitar, atau mainan, manakah yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Jika uang atau tabungan yang dimiliki tidak cukup, ajaklah anak berdiskusi kembali, mana yang perlu diprioritaskan. Hal yang sama juga bisa dilakukan ketika anak diajak berbelanja atau pergi ke mall atau toko buku. Mereka perlu membuat prioritas dan memilih secara bijak. Mendorong anak untuk membuat prioritas akan memberikan pembelajaran baginya mengenai perbedaan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants).
 
Ketiga, menyambung contoh diatas, jika ada kebutuhan yang perlu segera dipenuhi, sementara tabungan belum mencukupi, ajaklah anak mendiskusikan jalan yang bisa ditempuh agar dana bisa tersedia dalam jangka waktu cepat. Tentu saja peruntukannya ialah untuk membeli barang yang ia butuhkan tadi. Mintalah anak untuk melakukan pengamatan awal di dalam rumah. Adakah yang bisa “dikaryakan”? Misalkan, ada barang-barang yang sudah lama tidak terpakai, mungkin bisa dijual ke pengepul barang bekas dan menghasilkan uang. Atau ajaklah anak mengumpulkan sampah-sampah jenis tertentu lalu membawanya ke bank sampah. Dengan demikian, selain mengajarkan kepada anak bagaimana nilai kegigihan dalam upayanya mengejar tujuan, juga mengajarkan mengenali nilai ekonomi sebuah barang dan kepedulian pada lingkungan sekitar.
 
Keempat, mengenalkan anak pada instrumen menabung dan lembaga keuangan. Hal ini bisa dilakukan dengan membawa anak pergi ke lembaga keuangan seperti koperasi kredit atau bank. Ajaklah mereka melakukan pengamatan dan jelaskan apa saja yang ada disana. Buatkan mereka buku anggota atau buku tabungannya masing-masing untuk membangun rasa tanggung jawab atas uang yang dimilikinya. Selalu ajak mereka berdiskusi saat mereka hendak menarik tabungannya untuk suatu tujuan tertentu.
 
Yang tak kalah penting dan menjadi landasan bagi contoh-contoh diatas, hendaknya orang tua bisa menjadi “matahari” bagi anak-anaknya. Sekian milyar tahun matahari menyinari dunia tanpa sebentar pun absen. Ia menjadi sumber inspirasi bagi insan Tuhan di jagad ini. Ibarat matahari, orang tua pun harus menjadi inspirator dalam pendidikan keuangan dini bagi anak. Menjadi inspirator tidak hanya memberikan ajaran baik melainkan juga menjadi panutan perilaku (role model) bagi anak dalam mengelola keuangannya.
 
Pendidikan keuangan dini bagi anak dalam lingkungan keluarga merupakan salah satu pondasi dalam membangun karakternya di masa depan. Beberapa contoh diatas barulah sebagian kecil saja yang bisa dilakukan. Topik ini tak luput dari perhatian Gereja yang tak jemu-jemu mendorong keluarga menjadi “ecclesia domestica”, menjadi tempat persemaian kehidupan menggereja, dimana benih-benih kasih tumbuh dan berkembang dalam terang Injil. Materi pendalaman iman dalam aksi adven pembangunan 2015 di keuskupan kita serta digarisbawahi oleh hasil-hasil SAGKI IV (2015) juga telah mengantarkan kita pada peneguhan atas dinamika kehidupan keluarga kristiani termasuk didalamnya aspek pertumbuhan dan pendidikan ekonominya. Gereja sudah peduli. Bagaimana dengan Anda?
 
 
 
Artikel dimuat di Warta Thomas edisi khusus Natal 2015