Senin, 06 April 2009

Bintang: Pedoman mengelola ekonomi keluarga

(tulisan ketiga dari 8 tulisan)


Oleh: Ditto Santoso



“Nenek moyangku orang pelaut. Gemar mengarungi luas samudra. Menerjang ombak tiada takut. Menempuh badai sudah biasa...”


Masih ingat lagu tersebut? Lagu “Nenek Moyangku Pelaut” ini diajarkan pada anak-anak SD. Lagu ini biasanya juga mengiringi pelajaran sejarah. Konon, nenek moyang Bangsa Indonesia mengarungi lautan yang begitu luas tanpa teknologi secanggih sekarang. Kompas sebagai penunjuk arah pun belum ada pada zaman purba. Apa yang diandalkan mereka? Jawabnya “bintang”. Pada malam hari mereka melihat ke langit. Mereka mencermati posisi bintang untuk menentukan arah pelayaran. Contohnya, rasi bintang (sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus) “Scorpius” (kalajengking) menonjol di langit selatan. Bentuknya melengkung jelas dengan ekor panjang yang mengarah ke selatan dan di jantung rasi terlihat bintang merah terang yang disebut “Antares”.


Sang bintang merupakan sebuah benda langit yang indah menghiasi langit pada waktu malam. Sebagaimana dipaparkan dalam alinea sebelumnya, sang bintang juga menjadi petunjuk bagi pelaut untuk menentukan arah. Meskipun bentuknya terlihat kecil di cakrawala yang begitu luas, keberadaannya sangat dibutuhkan. Disinilah kekhasan sang bintang, meskipun terlihat kecil jika dilihat dari bumi dan mungkin dianggap sepele di tengah angkasa luas, ternyata ia memberikan kontribusi berarti bagi beberapa orang.


Anggaran keuangan keluarga juga memiliki filosofi yang sama dengan sang bintang. Mungkin belum banyak diantara kita yang membiasakan diri untuk membuat sebuah anggaran keuangan keluarga. Padahal, ibaratnya sang bintang, sebuah anggaran keuangan keluarga memiliki fungsi sebagai sebuah rencana yang menjadi pedoman untuk memprediksikan sumber penghasilan keluarga untuk jangka waktu tertentu dan kegiatan-kegiatan pengeluaran atau pembelanjaan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Sebuah anggaran juga dapat menjadi alat untuk menggambarkan pos-pos pengeluaran mana yang perlu diprioritaskan dalam jangka waktu tertentu serta meramalkan (didasari perhitungan dan informasi yang serius pula) nilai-nilai nominal yang akan dibelanjakan. Dengan demikian, pada akhirnya kita akan memperoleh gambaran mengenai kemampuan serta keterbatasan kita untuk mendanai pengeluaran yang direncanakan.


Terdapat beberapa langkah yang dapat diterapkan untuk menyusun sebuah anggaran pendapatan dan pembelanjaan keluarga. Yang pertama, mulailah dengan tujuan yang akan dicapai. Apa saja kebutuhan yang harus dipenuhi satu bulan kedepan? Kebutuhan apa yang harus diprioritaskan? Memikirkan tujuan yang akan dicapai membuat kita lebih fokus dalam berencana dan menerapkan. Tentu saja dalam hal ini, perlu dipertimbangkan, manakah dari daftar yang harus dipenuhi itu yang merupakan “kebutuhan” dan mana pula “keinginan”.


Langkah kedua ialah mengkaji sumber-sumber pemasukan bagi keuangan keluarga. Dari mana sajakah sumbernya? Bisa jadi yang memberikan penghasilan bagi keluarga bukan hanya gaji bulanan. Ada pula hasil usaha sampingan, THR, bonus, komisi, atau hasil investasi. Tidak berpijak pada satu sumber penghasilan saja merupakan satu hal positif yang perlu dikembangkan. Karena dengan demikian ketahanan ekonomi keluarga menjadi semakin kuat. Pada langkah kedua inilah gambaran mengenai proyeksi keuangan satu bulan kedepan diperoleh.


Langkah berikutnya ialah melakukan analisis dengan membandingkan daftar pengeluaran dan prediksi penghasilan yang bakal masuk. Apakah sudah berimbang, surplus (penghasilan lebih besar daripada pengeluaran), atau justru sebaliknya? Jika berimbang atau surplus, pastilah tak ada masalah. Bagaimana jika justru kebutuhan memang betul-betul besar di bulan tersebut namun penghasilan yang diterima tidak sebanding? Mungkin saja keluarga akan menengok sisa anggaran bulan sebelumnya, masih bisakah dipakai. Kemungkinan lain yang akan dilakukan ialah memperkecil atau mengambil dari pos pengeluaran lain yang dipandang bukan prioritas, atau mengambil dari kekayaan yang dimiliki saat ini. Setiap keluarga memiliki pendekatan yang berbeda untuk mengatasi masalah ini. Tentu saja, langkah antisipatif juga bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya yaitu dengan menabung dan selalu disiplin dengan rencana keuangan keluarga.


Jika hal-hal tersebut di atas telah dilakukan, berikutnya ialah menerapkan. Sepertinya terlihat mudah. Namun banyak sekali “godaan iman” tatkala anggaran diterapkan, meskipun sebelumnya sudah ada komitmen untuk disiplin. Ketika pergi melancong ke mall, mata tergoda melihat handphone model terbaru di sebelah kiri. Sementara di sebelah kanan, ada tawaran potongan harga 30% hingga 50%. Sampai di ujung, bertemu dengan restoran cepat saji yang harganya tentu ibarat bumi dan langit jika dibandingkan dengan warung kaki lima. Wow! Benar-benar menggoda iman.


Terakhir, disiplin memang perlu, namun tetap harus fleksibel jika terdapat kebutuhan darurat yang harus diakomodasi. Untuk itulah review perlu dilakukan. Jika memungkinkan untuk disesuaikan, lakukanlah. Jika tidak terlalu mendesak, tundalah bulan berikutnya dan pikirkan apakah memang betul menjadi kebutuhan.


Rumit? Sepertinya tidak. Sederhana saja. Asalkan memiliki komitmen untuk melakukannya secara disiplin. Karena, intinya menurut Mahatma Gandhi, “Ada cukup uang tersedia untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak cukup tersedia untuk memenuhi keserakahan setiap orang.”


Artikel dimuat di Buletin Kopdit Melati no. 13/Th. IX tanggal 17 Maret - 17 April 2009

Bulan: Memberikan keteduhan di kala gundah

(tulisan ke-2 dari 8 seri tulisan "Hasta brata ekonomi keluarga")



Oleh: Ditto Santoso


“Tok, tok, tok! Tok, tok, tok!” suara pintu rumah diketuk dengan keras.

“Bu Joko, Bu Joko!” demikian suara orang dari luar hampir setengah berteriak.

Dengan sedikit tergesa-gesa, Bu Joko, si empunya rumah pun membukakan pintu. Dilihatnya Bu Irwan, tetangga sebelah rumah, terengah-engah dengan muka sedikit pucat.

“Ada apa, Bu, malam-malam begini?” Bu Joko bertanya-tanya.

“Si Andi, anak saya. Dia panas sudah 3 hari. Baru saja saya bawa ke dr. Bambang. Dia bilang, Andi terkena demam berdarah. Dia harus segera dirawat malam ini! Saya harus bawa dia ke UGD, tapi saya sedang tidak ada uang sepeser pun!” kata-kata Bu Irwan meluncur deras di sela-sela nafasnya.

Anak mau diopname? Tidak punya uang? Benar-benar kondisi darurat! Apakah masih ada rumah sakit yang mau menerima pasien tanpa membayar uang muka?

Pernah mengalami kondisi seperti ini? Bayangkan betapa kalutnya suasana hati kita. Berkaca dari kondisi ini, maka pengelolaan ekonomi keluarga juga perlu memperhatikan satu unsur lagi dalam Hasta Brata, yakni “sang bulan”. Sebagai sebuah benda langit, bulan memiliki fungsi yang kurang lebihnya sama dengan matahari, yakni memberikan sinar (meskipun hanya pantulan dari sinar matahari). Perbedaannya, bulan memberikan sinar pada saat gelap. Sinarnya tidak sepanas atau seterik matahari, namun memberikan kesejukan dan keteduhan. Akibatnya, banyak orang mengadopsi bulan untuk dimasukkan dalam lagu atau puisi. Anak-anak muda yang menjalin cinta pun banyak memilih berduaan diterpa cahaya bulan. Betapa romantis suasana yang tercipta.

Mengacu pada sifat-sifat sang bulan, sebuah perencanaan ekonomi atau keuangan keluarga perlu dibuat dengan matang agar keluarga yang menjalankannya tetap berada dalam suasana tenang ketika terjadi situasi yang tidak diharapkan seperti sakit, kecelakaan, atau meninggal. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu bagi keluarga untuk menyiapkan sebuah pos pengeluaran yang disebut “dana cadangan”.

“Dana cadangan” merupakan sebuah pos pengeluaran keuangan yang dialokasikan untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan darurat. Salah satu contoh kebutuhan darurat tergambar pada kasus keluarga Bu Irwan pada awal tulisan ini. Kelihatannya memang sederhana saja, namun sangatlah penting. Mengapa? Karena pos pengeluaran ini banyak tidak terpikir oleh seseorang atau satu keluarga tatkala ia terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama lainnya.

Tidak ada rumus dan nilai nominal pasti mengenai jumlah dana cadangan yang perlu disimpan. Meskipun ada konsultan-konsultan keuangan yang menyebut angka yang sebanding dengan 3-6 kali atau bahkan 12 kali jumlah pengeluaran. Ini sangat bergantung dengan kemungkinan risiko yang akan dihadapi. Seseorang yang berkeluarga, mungkin akan cenderung memikirkan kondisi anak-anaknya jika mendadak sakit.

Bagaimana jika sekarang ini tidak mempunyai dana cadangan? Pos ini tetap perlu dimiliki. Caranya? Upayakan menabung untuk mempersiapkan pos tersebut. Tabungan bisa dibuat di bank, koperasi, atau dalam bentuk lainnya. Yang perlu dipertimbangkan ialah bahwa tabungan itu mudah untuk diakses, mudah untuk ditarik (likuid), dan aman. Jadikanlah pos dana cadangan sebagai salah satu pos yang harus dipenuhi dalam anggaran pengeluaran keluarga.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi darurat ataupun yang berisiko ialah “asuransi”. Asuransi merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi terjadinya kerugian keuangan yang mungkin timbul. Contohnya, karena seorang kepala keluarga yang adalah pencari penghasilan satu-satunya dalam keluarga meninggal, maka kerugian keuangan yang mungkin timbul terputusnya dukungan pendanaan untuk anaknya yang masih bersekolah. Kerugian inilah yang akan dilindungi oleh produk asuransi.

Banyak produk asuransi yang bisa dipertimbangkan. Ada asuransi kematian, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi rumah, atau asuransi kendaraan. Sekarang produk asuransi tidak hanya dipasarkan murni untuk proteksi (perlindungan) saja melainkan juga untuk investasi, misalkan produk asuransi pendidikan. Namun, apapun pilihannya, tetap harus dipelajari secara mendalam terlebih dulu.

Dalam konteks berkoperasi, asuransi merupakan salah satu aspek layanan keuangan mikro yang sudah dikembangkan oleh gerakan kopdit. Simpanan maupun pinjaman anggota diasuransikan melalui Daperma. Anggota kopdit tidak perlu gundah apabila kelak dipanggil Tuhan namun masih memiliki kewajiban angsuran di kopdit. Daperma menanggungnya hingga nilai nominal tertentu. Selain itu, Kopdit Melati, khususnya, juga mempunyai produk pinjaman darurat (“Pijat”) dan simpanan dana sehat (“Sisehat”) untuk anggota yang sedang dilanda kesusahan. Sifat sang bulan juga tercermin disini, kopdit berikhtiar memberikan keteduhan bagi anggotanya yang sedang gundah.

Akhirnya, muncul juga pertanyaan, sudahkah keteduhan sang bulan tercipta dalam pengelolaan ekonomi keluarga Anda?
Artikel dimuat di Buletin Kopdit Melati no. 12/Th. IX tanggal 17 Februari - 17 Maret 2009