Selasa, 01 Desember 2009

Api: Tegas Melawan Diri

(Hasta Brata untuk Ekonomi Keluarga ke-6)

Oleh: Ditto Santoso



Akhir pekan itu Pak Bondet dan istrinya pergi melancong ke salah satu mall yang ada di kotanya. Masuklah pasangan itu ke dalam sebuah gerai perbelanjaan yang menjual segala macam perlengkapan rumah tangga, mulai dari baju-baju hingga alat-alat dapur. Pokoknya super lengkap. Berjalanlah mereka berdua dengan santainya sambil menengok ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba…



“Wuihh, Pak!” kata Bu Bondet setengah berteriak sambil menunjuk ke satu arah. “Lihat ada diskon 70% untuk pembelian wajan anti lengket!”



Pak Bondet yang terkejut mencoba memicingkan mata dan melihat yang dimaksud oleh istrinya. Ternyata benar. Ada rak berisi panci dan wajan antilengket yang sedang memasang tulisan diskon besar-besaran.



“Beli dongngng…” rajuk Bu Bondet. “Mumpung lagi ada diskon nihhh…”



Jreng, jreng, jreng! Walhasil masuklah sepasang suami-istri itu ke dalam toko yang sedang memasang diskon besar itu. Sejurus kemudian mereka sudah keluar dari toko itu dengan wajah yang berseri-seri dengan wajan yang masih kinclong di tangan.



Apa yang bisa dipetik dari cerita singkat ini? Bapak dan Ibu Bondet terpesona dengan unjuk diskon. Padahal, belum tentu wajan yang ditempeli label diskon itu menjadi kebutuhan mereka. Bisa jadi itu hanyalah keinginan sesaat. Oleh para perencana keuangan keluarga, ini disebut “lapar mata” atau “lapar diskon”. Lantas, bagaimana membentengi diri terhadap bentuk-bentuk rayuan yang bisa menggoyahkan sendi-sendi keuangan keluarga ini?



Pengendalian diri menjadi kunci dari dalam diri sendiri untuk tidak mudah termakan rayuan-rayuan dari luar yang berakibat pada terganggunya keuangan keluarga. Filosofi “api” dalam Hasta Brata memberikan pelajaran berharga bagi manusia untuk berani bersikap tegas dan disiplin tidak hanya kepada hal-hal di luar dirinya, melainkan juga didalam dirinya. Kita harus berani berkata “tidak” ketika ada hal-hal diluar kebutuhan tapi sangat provokatif merayu untuk dibeli. Pada zaman yang sangat konsumeristik ini banyak hal yang membuat kita tergoda untuk membuka dompet. Misalnya trend HP model terbaru, sepeda motor merk terbaru, trend model baju, dan lain-lain. Ibarat api, jika tidak tegas, api pun akan “membakar” diri sendiri.



Perwujudan filosofi api diwujudkan dalam perilaku “4D” atau“Empat Disiplin” dalam pengelolaan ekonomi keluarga. Pertama, disiplin perencanaan. Proses pengelolaan ekonomi keluarga akan berjalan efektif bila tahu tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Disinilah proses perencanaan anggaran keluarga dibutuhkan. Karena anggaran akan menjadi pedoman untuk menjalankan roda pengelolaan ekonomi keluarga.



Disiplin pelaksanaan adalah bentuk disiplin kedua yang perlu diperhatikan. Ada rencana anggaran yang bagus, tapi pada saat pelaksanaan kita tidak lagi disiplin karena mudah tergoda untuk memenuhi keinginan daripada kebutuhan. Akibatnya, terjadi kebocoran anggaran disana-sini. Hal lain yang bisa mengganggu disiplin pelaksanaan ialah tidak konsisten dengan jadual yang dibuat. Misalkan, kegiatan menabung yang bisa dilakukan di awal bulan saat gaji baru diterima, malah ditunda hingga akhir bulan. Biasanya, pada akhir bulan jumlah uang yang akan ditabung sudah berkurang karena terpakai untuk membeli hal-hal lain.



Yakinkah kita bahwa pengeluaran yang sudah dilakukan masih sejalan dengan alokasi yang direncanakan sebelumnya? Tentunya kita harus rajin memantaunya. Disini diperlukan disiplin monitoring. Bagaimana cara melakukan monitoring? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, bila memiliki kartu ATM dan memiliki kebiasaan mengambil uang di ATM, jangan lupa untuk selalu mencetak transaksi di buku rekening untuk mengetahui arus uang keluar dari rekening. Kedua, bila menyimpan uang tunai di rumah, pisahkan dalam amplop-amplop terpisah dimana setiap amplop berisi uang dan ditujukan untuk pos-pos besar tertentu, misalkan belanja bulanan, kesehatan, uang sekolah, biaya PLN/PDAM, dan lain-lain. Bisa juga dilakukan dengan cara lain, membagi atas pos pengeluaran tetap dan tidak tetap dalam 2 amplop. Ketiga, membagi fungsi pengelolaan uang keluar dan lakukan transparansi untuk bisa saling periksa. Misalkan, ayah bertugas memegang dana untuk pendidikan anak dan dana operasional rumah (listrik, air, angsuran rumah), sementara ibu memegang dana untuk pengelolaan dapur (belanja harian/bulanan) dan sosial (iuran RT, arisan, masjid). Keempat, membuat jurnal pengeluaran harian dan memantau arus keluar-masuk uang. Masih ada banyak hal lagi yang bisa dilakukan untuk memonitor atau memantau. Tentu setiap keluarga memiliki kreativitasnya masing-masing.



Disiplin berikutnya ialah disiplin evaluasi. Secara berkala keluarga perlu melakukan evaluasi atas rencana dan realisasi keuangan keluarga. Dari evaluasi tersebut, keluarga bisa merefleksikan atau memperoleh pembelajaran, sejauh mana efektivitas perencanaan keuangannya, sejauh mana pula tujuan-tujuan keuangan bisa dicapai dan bagaimana proses pencapaiannya, apakah lebih banyak terjadi penyimpangan ataukah sejalan dengan yang direncanakan.



Sekarang pertanyaannya, berani atau tidakkah kita bersikap disiplin dan tegas terhadap diri kita sendiri? Itu dulu yang harus dijawab.



Artikel dimuat di Buletin Kopdit Melati Depok Edisi No. 4/Tahun X (17 Juni-17 Juli 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar