Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai
Bila terjadi kebencian,
Jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan,
Jadikanlah aku pembawa pengampunan
Bila terjadi perselisihan,
Jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan,
Jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi kesesatan,
Jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kecemasan,
Jadikanlah aku aku pembawa harapan
Bila terjadi kesedihan,
Jadikanlah aku sumber kegembiraan
Bila terjadi kegelapan,
Jadikanlah aku pembawa terang
Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai.
Sebab dengan memberi aku menerima,
Bila terjadi kebencian,
Jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan,
Jadikanlah aku pembawa pengampunan
Bila terjadi perselisihan,
Jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan,
Jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi kesesatan,
Jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kecemasan,
Jadikanlah aku aku pembawa harapan
Bila terjadi kesedihan,
Jadikanlah aku sumber kegembiraan
Bila terjadi kegelapan,
Jadikanlah aku pembawa terang
Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur, memahami daripada dipahami, mencintai daripada dicintai.
Sebab dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya.
Amin.
Kutipan di atas terambil dari buku “Puji Syukur”, buku doa dan nyanyian gerejawi yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI dan diterbitkan oleh Penerbit Obor. Teks yang sama juga saya temukan di buku doa harian Mother Teresa.
Penulis asli teks doa ini adalah (Santo) Ignatius dari Loyola, salah satu pendiri ordo Serikat Jesuit. Sebelumnya, Ignatius adalah seorang panglima perang kerajaan. Sepulangnya dari sebuah pertempuran, ia cedera berat sehingga mengalami kecacatan pada salah satu anggota tubuhnya. Kekurangan itulah yang membuatnya tidak bisa lagi ikut bertempur. Sejak saat itu ia bertekad, “Jikalau aku tidak bisa menjadi prajurit raja, maka aku akan menjadi prajurit Tuhan.” Ia pun membentuk sebuah ordo imam yaitu “Serikat Jesuit”. Hingga saat ini Ordo Serikat Jesuit dikenal progresif dalam hal pelayanan, khususnya pendidikan.
Teks ini cukup menginspirasi saya dan menjadi titik refleksi yang baik. Kiranya semangat yang terkandung dalam teks doa Ignatius di atas juga dapat menjadi inspirasi siapa saja dalam melayani sesama.
Amin.
Kutipan di atas terambil dari buku “Puji Syukur”, buku doa dan nyanyian gerejawi yang disusun oleh Komisi Liturgi KWI dan diterbitkan oleh Penerbit Obor. Teks yang sama juga saya temukan di buku doa harian Mother Teresa.
Penulis asli teks doa ini adalah (Santo) Ignatius dari Loyola, salah satu pendiri ordo Serikat Jesuit. Sebelumnya, Ignatius adalah seorang panglima perang kerajaan. Sepulangnya dari sebuah pertempuran, ia cedera berat sehingga mengalami kecacatan pada salah satu anggota tubuhnya. Kekurangan itulah yang membuatnya tidak bisa lagi ikut bertempur. Sejak saat itu ia bertekad, “Jikalau aku tidak bisa menjadi prajurit raja, maka aku akan menjadi prajurit Tuhan.” Ia pun membentuk sebuah ordo imam yaitu “Serikat Jesuit”. Hingga saat ini Ordo Serikat Jesuit dikenal progresif dalam hal pelayanan, khususnya pendidikan.
Teks ini cukup menginspirasi saya dan menjadi titik refleksi yang baik. Kiranya semangat yang terkandung dalam teks doa Ignatius di atas juga dapat menjadi inspirasi siapa saja dalam melayani sesama.
Boleh nanya ga kak? St. Ignatius Loyola membuat doa ini pada saat terjadi apa? Atau, mksdnya dia berdoa seperti itu krn kejadian apa? Saya sgt mengharapkan respon kakak. Respon kakak akan sgt membantu saya, terima kasih
BalasHapus